Senin, 09 Mei 2011

Inspiratif Kisah : Garam dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi. datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.

Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama, la lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba. minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.

"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu. sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum, la. lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air. mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi. "Bagaimana rasanya?".

"Segar", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. 'Tidak", jawab si anak muda.

Dengan bijak. Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. la lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

Tapi kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu. akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu.

Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas,buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Minggu, 08 Mei 2011

Ketika Mata dan Hati Saling Menyalahkan

Alkisah, ketika manusia baru saja melakukan perbuatan dosa, terjadilah perdebatan sengit antar hati dan matanya. Keduanya saling menyalahkan dan tidak mau bertartanggung jawab. Perdebatan itu bisa kmu simak melalui dialog di bawah ini.

Hati : “Hai mata, mengapa sich kamu selalu meyeretku kepada kebinasaan?”

Mata : “Ah... jangan berlagak bodoh! Aku merasa bahwa kamu telah mengakibatkan aku jadi hina dan menyesal.”

Mata : “Loh, kok bisa begitu?”

Hati : “Iya dong! Buktinya kamu selalu melihat apa saja yang kamu senangi. Tidak hanya yang dibolehkan agama, tetapi kamu justru lebih senang melihat apa saja yang dilarang agama.”

Mata : “Apa maksud kamu?”

Hati : “Maksudnya, mengapa sih kamu lebih suka melihat yang indah-indah, kayak wanita cantik. Padahal memandang yang kayak gitu kan ndak boleh? Rasulullah udah bilang bahwa pandangan mata itu ibarat anak panah iblis. Eh, tapi kenapa kamu malah menikmatinnya sich?”

Mata : “Eh, hati. Kamu kayaknya mengada-ada dech!”

Hati : “Mengada-ada gimana? Aku kagak ngerti?”

Mata : “Bukankah justru kamulah yang mengajak aku berbuat begitu?”

Hati : “Ya jelas ndak bisa dong! Kamulah yang mengajak aku berbuat begitu. Kamu ingat kan ada pepatah mengatakan dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turu ke hati. Nah, jadi kamulah yang menyebabkan dan mengajak aku melakukan hal itu”.

Mata : “Tapi perkataan syair itu bukan berarti menjadi bukti bahwa aku yang mengajak dan menyebabkan itu.”

Hati : “Menurutku, kaulah yang menyebabkannya. Gara-gara kamu, aku selalu gelisah, tidak bisa tenang, selalu terombang-ambing tanpa arah dan tujuan yang pasti. Aku selalu dilanda penyakit rindu untk bertemu dan selalu dirundung kesedihan dan mabuk kepayang.”

Mata : “Ya.. ya.. kamu mungkin ada benarnya. Tetapi bagaimana pendapat kamu tentang sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah. Jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik pula dan jika ia rusak maka rusaklah pula selruh tubuh. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati.”

Hat : “Hem.. jadi?”

Mata : “Sudah jelas! Kamulah yang menyebabkan semua ini. Karena kamu adalah rajanya. Sementara aku dan anggota tubuh lainnya hanya bawahan kamu. Semua yang kulakukan adalah perintahmu. Jika rajanya baik maka baik pula bawahannya. Jadi jika kamu memerintahkan aku berbuat baik tentu saja akan melakukan sesuatu yang baik pula. Begitukan yang terjadi.”

Hati : “Ya, mungkin benar perkataan kamu. Tapi, janganlah semua kesalahan ditimpakan kepadaku. Toh, kamu juga ikut menimatinya.”

Mata : “Ah... jangan sok suci. Itu namanya munafik tau! Padahal munafik itu ssangat dibenci Allah. Jsadi itu bukan berarti mendapatkan ridha, tapi malah dimurkai-Nya.”

Mata : “Saya merasa tidak munafik. Coba kalau kamu selalu mengajak aku kepada kebaikan, tentu saja aku tidak akan berbuat yang macam-macam dan kena getahnyaseperi ini”.

Hati : “Alaah... kamu pandai saja bicara! Sering aku mengajak kamu untuk membaca Al-Qu’an, eh, kamu malah menolak. Kamu selalu ngantuk. Apalagi bila kamu aku ajak untuk melakukan sholat tahajut, kamu selalu tidak mau bergerak untuk membuka diri diri. Tapi sebaliknya bila diajak untuk melihat yang aduhai..... kamu selalu membelalak danmembuka lebar-lebar: Apakah ini bukan bukti?

Oleh karenanya Allah SWT. pun berfirman, Katakanlah kepada orang beriman laki-lakiagar mereka menundukan sebagian pandangan matanya, dan memelihara akan kemaluan mereka yang demikian itu jauh lebih dari suci bagi mereka, sesungghnya Allah amat mengetahui akan apa yang mereka kerjakan. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, da memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya (An-Nur : 30-31).

Mata : “Yach... tapi...”

Ups....! Itulah perdebatan antara hati dan mata, kalau dibiarkan tentunya tiada habis-habisnya. Keduanya saling membatah bahwa dialah yang menyebabkan manusia terbawa kepada kemaksiatan. Hati selalu mengatakan bahwa matalah sumber kerusakan yang akhirnya membuat manusi seperti ini. Sementara matapun menuduh hatilah yang menjadi penyebab utamanya.

Nah melihat perdebatan seru ini, jantung mau tidak mau turun tangan menjadi hakim atas perselisihan di antara mereka ( hati dan mata ). Jantung berkata begini :

“Kamu berdua saling tuduh dan saling menyalakan serta tidak mau bertanggung jawab. Padahal kamu saling bergandengan dalam membuat krbinasaan. Kamu berdua saling tolong menolong dalam kejelekan. Oleh karena itu, akulah yang kan memberikan keputusan atas masalah kalian berdua. Kamu berdua merasa sama-sama merasakan penderitaan. Demikian halnya pula dalam merasakan kenikmatan, kamu berdua saling merasakan. Matalah yang menikmati kesenangan, sementara hati yang berangan-angan dan penuh keinginan. Untuk itu kalian berdualah yang harus bersama-sama bertanggungjawab. Seorang penyair berkata :

Aku tak tahu merngapa kucerca cinta
Matamu yang tercemar ataukah hatimu
Mengapa kucerca hati yang bisa melihat
Hatilah yang berdosa jika ku cerca mata
Mata dan hatiku mebagi-bagi untukku darahku
Ya Rabbi tolonglah mata dan hatiku.

Dialog diatas memang tak jauh berbeda dengan yang terjadi ketika manusia telah menghadap Alloh di hari akhir nanti. Pada saat tiba hari penghisaban, terjadilah perdebatan yang sengit antara jasad dan ruh. Dikatakan dalam sebuah atsar yang masyhur, “ pertentangan di antara makhluk senantiasa ada hingga hari kiamat tiba, hingga ruh dan jasadpun juga saling brtentangan. Jasad berkata kepada ruh, ‘Kamulah yang menggerakan aku, menyuruh dan mencegahku. Jika tidak begitu tentu aku tidak akan bergerak dan berbuat seperti itu. ‘Ruh berkata kepada jasad, ‘Kamulah yang makan , minum, bergembira dan merasakan kenikmatan. Maka kamulah yang layak mendapatkan siksaan. ‘Lalu Alloh mengorim malaikat kepada keduanya untuk unutk memutuskan perkara mereka, seraya berkata, ‘perumpamaan kalian berdua adalah seorang yang lumpuh tapi bisa melihat dan orang yang buta tapi bisa berjalan. Keduanya memasukki sebuah kebun. Orang yang bisa melihat tetapi lumpuh berkata kepada yang buta, “Di kebun ini saya melihat ada buahnya, tetapi saya tidak bisa berdiri. “Orang buta berkata, “Saya bisa berdiri tapi tidak bisa melihat sesuatupun.” Orang yang bisa melihat berkata, “Panggulah aku lalu berjalanlah agar aku bisa memetiknya.”

Lantas siapakah yang harus menanggung beban? Kedua-duanya yang menanggung beban. Demikian kata sang malaikat.

Di Update oleh : Tsurayya Azzahra
Sumber : Eureka Publising